Pantai Paling Terkenal di Jogja

Pantai Parangtritis

Pantai Parangtritis adalah salah satu pantai yang mesti dikunjungi, bukan cuma karena merupakan pantai yang paling populer di Yogyakarta, tetapi juga memiliki keterkaitan erat dengan beragam objek wisata lainnya, seperti Kraton Yogyakarta, Pantai Parangkusumo dan kawasan Merapi. Pantai yang terletak 27 kilometer dari pusat kota Yogyakarta ini juga merupakan bagian dari kekuasaan Ratu Kidul.
Penamaan Parangtritis memiliki kesejarahan tersendiri. Konon, seseorang bernama Dipokusumo yang merupakan pelarian dari Kerajaan Majapahit datang ke daerah ini beratus-ratus tahun lalu untuk melakukan semedi. Ketika melihat tetesan-tetesan air yang mengalir dari celah batu karang, ia pun menamai daerah ini menjadi parangtritis, dari kata parang (=batu) dan tumaritis (=tetesan air). Pantai yang terletak di daerah itu pun akhirnya dinamai serupa.
Pantai Parangtritis merupakan pantai yang penuh mitos, diyakini merupakan perwujudan dari kesatuan trimurti yang terdiri dari Gunung Merapi, Kraton Yogyakarta dan Parangtritis. Pantai ini juga diyakini sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Sunan Kalijaga sesaat setelah selesai menjalani pertapaan. Dalam pertemuan itu, Senopati diingatkan agar tetap rendah hati sebagai penguasa meskipun memiliki kesaktian.
Sejumlah pengalaman wisata bisa dirasakan di pantai ini. Menikmati pemandangan alam tentu menjadi yang paling utama. Pesona alam itu bisa diintip dari berbagai lokasi dan cara sehingga pemandangan yang dilihat lebih bervariasi dan anda pun memiliki pengalaman yang berbeda. Bila anda berdiri di tepian pantainya, pesona alam yang tampak adalah pemandangan laut lepas yang maha luas dengan deburan ombak yang keras serta tebing-tebing tinggi di sebelah timurnya.
Untuk menikmatinya, anda bisa sekedar berjalan dari arah timur ke barat dan memandang ke arah selatan. Selain itu, anda juga bisa menyewa jasa bendi yang akan mengantar anda melewati rute serupa tanpa lelah. Ada pula tawaran menunggang kuda untuk menjelajahi pantai. Biayanya, anda bisa membicarakan dengan para penyewa jasa.

Nuansa Khas Pantai Nelayan

Pantai Congot


Pantai Congot adalah pantai wisata yang paling tepat dikunjungi setelah bertandang di Pantai Glagah. Kedua pantai itu berjarak sangat dekat dan dihubungkan oleh jalan beraspal halus yang bahkan cukup mudah ditempuh menggunakan sepeda. Terletak di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Pantai Congot menjadi pusat kegiatan warga sekitar yang menggantungkan hidup dengan mencari ikan.
Keindahan pemandangan bisa dijumpai bahkan selagi anda masih dalam perjalanan menuju pantai ini. Sepanjang jalan yang menghubungkan Wates dengan Pantai Congot, anda bisa bisa menyaksikan hamparan sawah hijau dan aktivitas warga desa di Kulon Progo yang umumnya menjadi petani. Seperti dataran dekat pantai di wilayah lain, jalan-jalan menuju Pantai Congot juga dihiasi oleh deretan pohon kelapa.
Pantai Congot memiliki pesona tersendiri dibanding pantai-pantai lainnya sebab nuansa nelayan dan perikanannya yang begitu kuat. Di sepanjang garis pantainya, anda bisa melihat aktivitas warga sekitar dan wisatawan lokal memuaskan kegemaran memancing. Di sudut lain, terdapat para nelayan yang tengah menjala ikan di tepi pantai, menghancurkan cangkang rajungan yang melekat di jala ataupun membersihkan perahu.


Hiruk pikuk para nelayan dengan rentetan aktvititas hariannya bisa disaksikan bila anda berkunjung pada jam yang tepat. Pagi hari, biasanya para nelayan berangkat menuju lautan dengan menggunakan perahu-perahu bermotor yang dimilikinya.
Menuju tempat pelelangan ikan, anda bisa melihat aktivitas para wanita nelayan yang membersihkan ikan hasil tangkapan dan menjualnya kepada beberapa pembeli. Sementara aktivitas jual beli berlangsung di tempat pelelangan ikan, pria-pria nelayan biasanya sibuk membersihkan kapal dan menghancurkan rajungan yang biasa melekat pada jala dan seringkali membuatnya sobek. Seluruhnya berlangsung dari tengah hari hingga menjelang sore.
Bila menggemari aktivitas memancing atau mencari ikan, anda bisa memuaskannya di pantai ini. Cukup membawa peralatan memacing, anda sudah bisa menjajal peruntungan untuk mendapat ikan. Bila tak memiliki alat pancing, anda bisa menggunakan jala kecil dan menyusuri tepi pantai untuk mencari ikan. Berkunjung dengan rekan dan memancing bersama pasti akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan mengakrabkan.
Meski tak begitu banyak jumlahnya, sejumlah warga sekitar membuka warung kecil yang menjajakan sea food sebagai menu utamanya. Menikmati hidangan sambil melihat aktivitas para nelayan tentu memberikan nuansa berbeda dibanding jika menikmatinya di restaurant tengah kota. Bau sedap ikan goreng dan bakar akan segera menyergap hidung ketika hidangan tengah dimasak, mengundang selera untuk segera menikmatinya.
Usai menikmati aktivitas nelayan dan menikmati hidangan sea food, anda bisa berjalan ke barat untuk menikmati pemandangan muara Sungai Bogowonto. Anda bisa berdiri di bangunan jetty (semacam tanggul) yang berada di tepian hilir sungai atau batu-batuan di tepian muaranya. Pertemuan air tawar sungai dan air asin laut inilah yang membuat wilayah tepi Pantai Congot kaya beragam jenis ikan. Di muara sungai itulah, beragam jenis ikan terdapat dalam jumlah yang cukup banyak.
Untuk berkunjung ke Pantai Congot, anda tak perlu membayar biaya tambahan. Kunjungan ke pantai ini sudah termasuk dalam tiket wisata menuju Pantai Glagah. Letak Pantai Congot yang sangat dekat dengan Pantai Glagah tentu cukup menjadi alasan untuk mengunjunginya. Nuansa nelayan dan perikanan yang begitu kuat menjadikan pantai ini tetap memiliki kekhasan dan tak bisa begitu saja disamakan dengan Pantai Glagah.

Menikmati Suasana Pedesaan Pesisir

Pantai Trisik

Pantai Trisik merupakan pantai pertama di Kabupaten Kulon Progo yang akan ditemui bila anda melaju melewati lintasan Bantul - Purworejo, melewati Palbapang dan Srandakan. Berlokasi di wilayah Brosot, Kabupaten Kulon Progo, berjarak sekitar 37 kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Pantai Trisik terletak sangat dekat dengan jalan raya sehingga sangat mudah dijangkau menggunakan kendaraan pribadi.
Perjalanan ke Pantai Trisik akan terasa menyenangkan dan tak begitu melelahkan meski jaraknya cukup jauh. Jalan menuju pantai ini sangat halus dan minim tanjakan, terdapat pula warung makan di kanan kiri jalan yang bisa menjadi tempat beristirahat bila lelah. Melewati jalur Palbapang dan Srandakan, anda juga akan dapat menikmati pemandangan Sungai Progo ketika melewati jembatan penghubung Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.
Pantai Trisik memiliki kekhasan dibanding pantai-pantai lainnya di Kulon Progo, yaitu suasana pedesaan pesisir yang begitu terasa. Pantai, rumah-rumah warga, gubug-gubug yang menjajakan makanan dan jalan penghubung desa dengan kota terletak saling berdekatan. Beragam aktivitas warga sekitar yang memanfaatkan wilayah pesisir dan laut sebagai sumber penghidupan juga turut meperkuat suasana pedesaan pesisir itu.


Tempat pelelangan ikan adalah salah satu tempat yang akan dijumpai ketika memasuki wilayah pantai ini. Tempat ini menjadi jantung bagi warga Trisik yang berprofesi sebagai nelayan, sebab di situlah aktivitas jual beli ikan berlangsung. Biasanya, tempat ini ramai sejak sesaat ketika nelayan selesai melaut mencari ikan.
Eksotisme pedesaan pesisir dengan dunia perikanan sebagai keseharian akan dijumpai begitu anda sampai di pantai. Jejeran perahu-perahu motor yang biasa digunakan warga untuk mencari bisa dijumpai. Tak jauh darinya, terdapat beberapa jala yang berserakan menunjukkan baru saja selesai digunakan. Sejuymlah kecil warga membuka warung-warung dari gedheg bagia beberapa wisatawan yang berkunjung, menjajakan minuman sekedarnya.
Di waktu tertentu, anda bisa menyasikan beragam jenis burung berlaga di angkasa pantai ini. Diyakini, Pantai Trisik adalah salah satu persinggahan burung migran dari berbagai wilayah. Jenis burung migran yang bisa dilihat antara lain trinil rawa, trinil pantai, trinil semak, kedidi leher merah, cerek kernyut, cerek kalung kecil dan layang-layang asia. Sementara itu, terdapat pula burung-burung non migran seperti kuntul kerbau, walet sapi dan udang biru.
Bila berjalan ke barat mengikuti arah jalan aspal menuju Pantai Glagah, anda akan menemukan aktivitas lain warga desa pesisir Trisik. Di kanan-kiri jalan itu, anda bisa menjumpai warga desa memanfaatkan panas matahari di wilayah pantai untuk mengeringkan eceng gondok yang diperoleh warga dari daerah Ambarawa.
Eceng gondok yang telah dikeringkan itu disetor pada para pengrajin untuk dibuat tas, sandal dan beragam boks. Hasil kerajinan biasanya didistribusikan ke kota atau disetor pada pengusaha kerajinan di berbagai wilayah untuk diproses lebih lanjuut. Para pengrajin di kota biasanya melakukan proses finishing dengan menambah beragam aksosoris untuk mempercantik. Meski dalam skala kecil, aktivitas menjemur eceng gondok ini mampu memberi penghidupan pada warga.
Dengan nuansa pedesaan pesisir yang begitu kental, tentu Pantai Trisik sangat pantas untuk dimasukkan dalam agenda wisata anda. Tak banyak pantai yang memiliki nuansa yang masih asri dan sederhana seperti Pantai Trisik.

Makan Ikan di Pesisir Pantai

Pantai Depok

Di antara pantai-pantai lain di wilayah Bantul, Pantai Depok-lah yang tampak paling dirancang menjadi pusat wisata kuliner menikmati sea food. Di pantai ini, tersedia sejumlah warung makan tradisional yang menjajakan sea food, berderet tak jauh dari bibir pantai. Beberapa warung makan bahkan sengaja dirancang menghadap ke selatan, jadi sambil menikmati hidangan laut, anda bisa melihat pemandangan laut lepas dengan ombaknya yang besar.
Nuansa khas warung makan pesisir dan aktivitas nelayan Pantai Depok telah berkembang sejak 10 tahun lalu. Menurut cerita, sekitar tahun 1997, beberapa nelayan yang berasal dari Cilacap menemukan tempat pendaratan yang memadai di Pantai Depok. Para nelayan itu membawa hasil tangkapan yang cukup banyak sehingga menggugah warga Pantai Depok yang umumnya berprofesi sebagai petani lahan pasir untuk ikut menangkap ikan.
Sejumlah warga pantai pun mulai menjadi "tekong", istilah lokal untuk menyebut pencari ikan. Para tekong melaut dengan bermodal perahu bermotor yang dilengkapi cadik. Kegiatan menangkap ikan dilakukan hampir sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat, yaitu Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Di luar musim paceklik ikan yang berlangsung antara bulan Juni - September, jumlah hasil tangkapan cukup lumayan.
Karena jumlah tangkapan yang cukup besar, maka warga setempat pun membuka Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang kemudian dilengkapi dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) bernama Mina Bahari 45. Tempat pelelangan ikan di pantai ini bahkan menerima setoran ikan yang ditangkap oleh nelayan di pantai-pantai lain.
Seiring makin banyaknya pengunjung pantai yang berjarak 1,5 kilometer dari Parangtritis ini, maka dibukalah warung makan-warung makan sea food. Umumnya, warung makan yang berdiri di pantai ini menawarkan nuansa tradisional. Bangunan warung makan tampak sederhana dengan atap limasan, sementara tempat duduk dirancang lesehan menggunakan tikar dan meja-meja kecil. Meski sederhana, warung makan tampak bersih dan nyaman.


Beragam hidangan sea food bisa dicicipi. Hidangan ikan yang paling populer dan murah adalah ikan cakalang, seharga Rp 8.000,00 per kilogram, setara dengan 5 - 6 ekor ikan. Jenis ikan lain yang bisa dinikmati adalah kakap putih dan kakap merah dengan kisaran harga Rp 17.000,00 - Rp 25.000,00 per kilogram. Jenis ikan yang harganya cukup mahal adalah bawal, seharga Rp 27.000,00 - Rp 60.000 per kilogram. Selain ikan, ada juga kepiting, udang dan cumi-cumi.
Hidangan sea food biasanya dimasak dengan dibakar atau digoreng. Jika ingin memesannya, anda bisa menuju tempat pelelangan ikan untuk memesan ikan atau tangkapan laut yang lain. Setelah itu, anda biasanya akan diantar menuju salah satu warung makan yang ada di pantai itu oleh salah seorang warga. Tak perlu khawatir akan harga mahal, setengah kilo ikan cakalang plus minuman, hanya dijual Rp 22.000,00 termasuk jasa memasak.
Puas menikmati hidangan sea food, anda bisa keluar pantai dan berbelok ke kanan menuju arah Parangkusumo dan Parangtritis. Di sana, anda akan menjumpai pemandangan alam yang langka dan menakjubkan, yaitu gumuk pasir. Gumuk pasir yang ada di pantai ini adalah satu-satunya di kawasan Asia Tenggara dan merupakan suatu fenomena yang jarang dijumpai di wilayah tropis. Di sini, anda bisa menikmati hamparan pasir luas, bagai di sebuah gurun.
Gumuk pasir yang terdapat di dekat Pantai Depok terbentuk selama ribuan tahun lewat proses yang cukup unik. Dahulu, ada beragam tipe yang terbentuk, yaitu barchan dune, comb dune, parabolic dune dan longitudinal dune. Saat ini hanya beberapa saja yang tedapat, yaitu barchan dan longitudinal. Angin laut dan bukit terjal di sebelah timur menerbangkan pasir hasil aktivitas Merapi yang terendap di dekat sungai menuju daratan, membentuk bukit pasir atau gumuk.
Untuk menikmati hidangan laut sekaligus pemandangan gumuk pasir ini, anda bisa melalui rute yang sama dengan Parangtritis dari Yogyakarta. Setelah sampai di dekat pos retribusi Parangtritis, anda bisa berbelok ke kanan menuju Pantai Depok. Biaya masuk menuju Pantai Depok hanya Rp 4.000,00 untuk dua orang dan satu motor. Bila membawa mobil, anda dikenai biaya Rp 5.000,00 plus biaya perorangan.

Pesona Laguna dan Agrowisata

Pantai Glagah


Sebuah dataran pantai yang lapang akan segera menyapa jika berkunjung ke Pantai Glagah. Kelapangan dataran pantai ini memberi anda kesempatan untuk merentangkan pandangan ke seluruh penjuru. Merentang pandangan ke depan, anda bisa melihat garis horizon maha panjang yang mempertemukan langit dan lautan. Sementara keindahan kelokan garis pantai akan memanjakan mata bila mengalihkan pandangan ke barat atau timur.
Dataran pantai yang lapang dan garis pantai yang panjang juga memberikan anda sejumlah lokasi alternatif untuk melihat keindahan pemandangan pantai. Masing-masing lokasi seolah memiliki nuansa yang berbeda walau masih terletak dalam satu kawasan. Di setiap lokasi itu, anda bisa menikmati seluruh keindahan pantai dengan leluasa, sama sekali tak ada karang-karang raksasa yang kadang menghalangi pandangan mata.
Lokasi pertama yang sangat tepat untuk melihat pemandangan pantai adalah sebuah lokasi yang akan dijadikan pelabuhan beberapa tahun ke depan. Anda bisa menjumpainya bila telah sampai di belokan pertama dari pos retribusi, tandanya adalah sebuah plang bertuliskan PP. Pertemuan aliran sungai dengan ombak lautan yang penuh harmoni bisa disaksikan dengan menaiki sebuah gardu pandang yang terdapat di sana.
Sepanjang lokasi pertama hingga beberapa ratus meter ke arah barat, anda bisa menjumpai sebuah laguna dengan aliran air yang menuju ke arah muara sungai. Laguna ini membagi kawasan pantai menjadi dua, lokasi yang masih ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan pantai dan rerumputan dan lokasi gundukan pasir yang langsung berbatasan dengan lautan. Anda bisa menyeberang ke lokasi gundukan pasir melewati jalan penghubung yang terletak tak jauh dari muara sungai.
Berjalan lebih ke barat, anda bisa menyaksikan aktivitas warga sekitar dan beberapa wisatawan memancing ikan. Daerah pantai yang cukup landai memberi anugerah ikan dalam jumlah yang cukup besar. Sejumlah kios yang menjajakan sea food juga terdapat, menyajikan beragam menu yang pantas untuk dicoba.
Selain pemandangan pantai yang indah, Pantai Glagah juga memiliki beragam fasilitas wisata pantai. Salah satu adalah area motor cross yang terletak persis di pinggir pantai dengan luas yang cukup besar, memberi kepuasan bagi anda penggemar olahraga ini. Sementara itu, jalan beraspal yang menghubungkan pantai Glagah dengan pantai-pantai lain bisa dimanfaatkan sebagai arena olah raga sepeda pantai.
Anda bahkan bisa menikmati fasilitas agrowisata pantai dengan mengunjungi perkebunan Kusumo Wanadri. Di sana, anda bisa mengamati proses budidaya beragam tanaman obat mujarab, seperti buah naga dan bunga roselle. Selain itu, anda juga bisa menyewa gethek, kano dan bebek dayung yang bisa digunakan untuk tur menyusuri laguna atau sekedar menyeberang lewat jembatan kayu menuju lokasi gundukan pasir di tepi pantai.
Lelah berkeliling, anda bisa beristirahat di gubug lesehan dalam kawasan areal perkebunan Kusumo Wanadri. Sejumlah menu makanan dan minuman eksotik pantas untuk dicoba. Anda bisa mencicipi jus buah naga yang menyegarkan dan dikenal mampu menyembuhkan beragam penyakit, atau memesan es sirup bunga roselle yang mampu melepas dahaga sekaligus menetralisir beragam jenis racun dalam tubuh.
Untuk menikmati keseluruhan keindahan pemandangan pantai Glagah, anda bisa melaju melintasi dua alternatif jalan. Pertama, berjalan ke selatan melewati jalan Bantul dan berbelok ke kanan menuju jalur Bantul - Purworejo setelah sampai di Palbapang. Kedua, berjalan ke barat melewati lintasan jalan Yogyakarta - Wates - Purworejo dan berbelok ke kiri setelah menjumpai plang menuju Pantai Glagah. Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi untuk lebih mudah mengaksesnya.
Perjalanan ke pantai ini tak sesulit perjalanan menuju pantai di wilayah Gunung Kidul. Jalan-jalan yang dilalui cenderung datar dan tak banyak tanjakan sehingga anda bisa menempuhnya sambil bersantai. Lintasan menuju kota Purworejo itu juga menghubungkan Pantai Glagah dengan pantai-pantai lain di Kabupaten Kulon Progo. Jadi, sekali mengayuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, anda bisa mengunjungi pantai-pantai lain setelahnya.

Pantai Ngobaran

Pantai Ngobaran



Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air surut, anda bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau maupun coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis binatang laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak laut, bintang laut, hingga golongan kerang-kerangan.
Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu diantaranya yang menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Siapa tahu.
Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah semacam pura dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah satu keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di tempat ini adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama "Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku sebagai keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk menjaga tempat ini.
Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda akan menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut Kejawen. Menurut penduduk setempat, kepercayaan Kejawen berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak begitu mampu menjelaskan perbedaannya.


Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo, anda akan menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting kering ini tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura membakar diri. Langkah itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau berperang melawan anaknya sendiri, Raden Patah (Raja I Demak).
Kebenaran cerita tentang Brawijaya V ini kini banyak diragukan oleh banyak sejarahwan. Sebabnya, jika memang Raden Patah menyerang Brawijaya V maka akan memberi kesan seolah-olah Islam disebarkan dengan cara kekerasan. Banyak sejarahwan beranggapan bahwa bukti sejarah yang ada tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa Raden Patah melakukan penyerangan. Selengkapnya bagaimana, mungkin Anda bisa mencari sendiri.
Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh terdapat pura untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya pura tersebut.
Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid berukuran kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya, jika kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini menghadap ke selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka sehingga langsung dapat melihat lautan. Bahkan, penduduk setempat sendiri heran karena yang membangun pun salah satu Kyai terkenal pengikut Nahdatul Ulama yang tinggal di Panggang, Gunung Kidul. Sebagai petunjuk bagi yang akan sholat, penduduk setempat memberi tanda di tembok dengan pensil merah tentang arah kiblat yang sebenarnya.
Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda bisa berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual kepada tengkulak. Mereka biasanya menjual rumput laut dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilo. Hasilnya lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga tengah mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian dipecah menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut kemudioan dicongkel. Biasanya warga mencari landak hanya berbekal ember, saringan kelapa, sabit, dan topi kepala untuk menghindari panas.
Landak laut yang didapat biasanya diberi bumbu berupa garam dan cabe kemudian digoreng. Menurut penduduk, daging landak laut cukup kenyal dan lezat. Sayangnya, tak banyak penduduk yang menjual makanan yang eksotik itu. Tapi kalau mau memesan, coba saja meminta pada salah satu penduduk untuk memasakkan. Siapa tahu, anda juga bisa berbagi ide tentang bagaimana memasak landak laut sehingga warga pantai Ngobaran bisa memakai pengetahuan itu untuk berbisnis meningkatkan taraf kehidupannya

Pantai Ngrenehan

Pantai Ngrenehan

Terletak di desa Kanigoro Kecamatan Saptosari kurang lebih 30 km di sebelah selatan kota Wonosari. Suatu pantai berupa teluk yang dikelilingi hamparan perbukitan kapur dan memiliki panorama yang sangat memukau dengan deburan ombak menerpa pasir putih. Para wisatawan dapat menyaksikan aktivitas kegiatan nelayan dan menikmati ikan siap saji atau membawa ikan segar sebagai oleh-oleh.



Masih dalam satu kawasan dengan Pantai Ngrenehan kurang lebih 1 km di sebelah Barat terdapat Pantai Ngobaran dan Pantai Nguyahan. Setiap bulan purnama pada hari raya Nyepi di Pantai Ngobaran di laksanakan upacara Melasti.

Pantai Baron

Pantai Baron



Pantai Baron terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 23km arah selatan kota Wonosari, merupakan pantai pertama yang ditemui dari rangkaian kawasan Pantai Baron, Kukup, Sepanjang, Drini, Krakal dan Sundak.

Di pantai ini juga terdapat muara sungai bawah tanah yang bisa digunakan untuk pemandian setelah bermain di laut. Selain itu wisatawan juga dapat menikmati aneka ikan laut segar maupun siap saji, dengan harga terjangkau, termasuk menu khas pantai Baron yaitu Sop Kakap. Pada sisi sebelah timur dapat dicapai melalui jalan setapak yang melingkar terdapat bukit kapur wisatawan bisa beristirahat di gardu pandang, sambil menghirup udara pantai yang menyegarkan. Kurang lebih 10 km kea rah barat dari Pantai Baron terdapat Pantai Parang Racuk dengan bukitnya yang menjulang dan terjal, dengan leluasa dari atas bukit.
Pada setiap bulan Syuro tahun Jawa masyarakat nelayan setempat menyelenggarakan Upacara Sedekah Laut yang merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panenan ikan yang melimpah dan keselamatan mencari ikan di laut.

Aquarium Laut Kukup

Pantai Kukup

Pantai Kukup terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 1 km di sebelah Timur Pantai Baron. Pantainya landai berpasir putih dan terdapat jalan setapak yang membelah bukit sampai Pantai Baron, serta sebuah pulau karang yang dihubungkan dengan jembatan senggol dari atas Pulau karang kita dapat melihat hamparan pantai yang cukup luas dan sangat indah.



Selain itu pantai ini kaya akan biota laut dan juga terkenal dengan beragam ikan hias air laut yang sangat indah di Aquarium Laut atau yang dijajakan oleh para pedagang di sepanjang pantai. Di pantai ini juga terdapat pendopo cottege dengan fasilitas yang memadai. Sama seperti di Pantai Baron, di setiap bulan Sura di pantai ini juga diadakan Sedekah Laut.

Pantai Terpanjang di Gunung Kidul



Pantai Sepanjang

Bila ingin bernostalgia menikmati nuansa Pantai Kuta tempo doeloe, Pantai Sepanjang adalah tempat yang tepat. Sepanjang memiliki garis pantai yang panjang, pasir berwarna putih yang masih terjaga, dan ombak yang sedang. Anda tinggal memilih, ingin berjemur di atas pasir menikmati terik matahari, membelah ombak dengan papan selancar, ataupun hanya melihat keindahan pantai. Semuanya bisa Anda nikmati begitu tiba di pantai yang berjarak beberapa kilometer dari Pantai Sundak ini.
Pantai Sepanjang merupakan salah satu pantai yang baru dibuka. Nama "Sepanjang" diberikan karena ciri khas pantai ini yang memiliki garis pantai terpanjang di antara semua pantai di Kabupaten Gunung Kidul. Suasana pantai ini sangat alami. Bibir pantai dihiasi tumbuhan palem dan gubug-gubug beratap daun kering. Karang di wilayah pasang surut pantai pun masih terawat. Hempasan ombak masih memantulkan warna biru menandai air laut yang belum banyak tercemar. Dengan suasana itu, tak salah bila pemerintah daerah maupun investor berencana menjadikan pantai ini sebagai Pantai Kuta kedua.
Suasana alami itulah yang menjadikan Pantai Sepanjang lebih dari Pantai Kuta. Sepanjang tidak menawarkan hal-hal klise seperti beach cafe dan cottage mewah, tetapi sebuah kedekatan dengan alam. Buktinya, anda akan tetap bisa menggeledah karang-karang untuk menemukan berbagai jenis kerang-kerangan (Mollusca) dan bintang laut (Echinodermata). Anda juga tetap bisa menemukan limpet di batuan sekitar pantai dan mencerabut rumput laut yang tertanam. Tentu dengan berhati-hati agar tak tertancap duri landak laut. Jelas kan, Anda tak akan menemuinya di Pantai Kuta?
Kebudayaan masyarakat pantai juga masih sangat kental. Tak ada bangunan permanen di pinggir pantai, hanya beberapa gubug yang ditinggali oleh masyarakat setempat. Masih di pinggir pantai, terdapat ladang yang digunakan penduduk untuk menanam kedelai. Pantai yang landai dan langsung diterpa ombak menyebabkan tak ada penduduk yang melaut. Bila melihat ke belakang, akan tampak dua buah bukit yang bagian lerengnya digunakan penduduk setempat untuk menanam jagung sebagai sumber makanan pokok. Tanah di puncak bukit tersebut telah dibeli oleh investor untuk dibangun sebuah villa yang harapannya bisa digunakan sebagai penginapan wisatawan.
Sepanjang juga memiliki situs bersejarah, yaitu Banyusepuh. "Banyu" berarti air dan "sepuh" berarti basuh atau membasuh. Sesuai namanya, tempat yang tadinya berupa mata air ini digunakan untuk membasuh atau memandikan. Penggunanya konon adalah para wali yang biasanya membasuh pusakanya. Situs ini tak akan diketahui keberadaannya bila tak bertanya ke penduduk setempat.
Capek berkeliling, maka istirahatlah. Gubug-gubug yang berada di pinggir pantai biasanya digunakan penduduk untuk menjual makanan dan minuman yang sekiranya cukup untuk melepas lapar dan dahaga. Disediakan pula lincak (tempat duduk yang disusun dari bambu) untuk tempat ngobrol dan menikmati semilirnya angin pantai. Kalau senja tiba, tengoklah ke barat untuk menyaksikan kepergian matahari. Walau kini belum ada villa, namun penduduk setempat cukup terbuka bila ada yang menginap.
Soal oleh-oleh jika pulang, pengunjung tak perlu berpusing-pusing mencari. Bukankah oleh-oleh tak harus selalu berbentuk makanan? Beberapa penduduk yang tinggal beberapa kilometer dari pantai sudah membuat kerajinan tangan berbahan dasar cangkang kerang-kerangan yang kemudian dipasarkan oleh penduduk pantai. Meski tak sekomersil di Malaysia, kerajinan tangan yang dibuat oleh penduduk cukup bervariasi. Ada kreasi berbentuk kereta kencana, orang-orangan, barong, jepitan, ataupun yang hanya sekedar dikeringkan dan dipendam di dalam pasir. Beberapa di antaranya dilukis sederhana menggunakan cat. Harganya pun tak mahal, cuma Rp 5.000 per biji.
Harga kerajinan yang murah tak berarti bernilai rendah. Kerajinan berbahan dasar Mollusca sebenarnya memiliki nilai historis yang besar. Jika pernah membaca buku ataupun artikel tentang Conchology, Anda akan mengetahui bahwa kerajinan tersebut adalah bentuk kebudayaan maha tinggi yang berkembang di masyarakat pesisir. Orang-orang Hawaii di Amerika Serikat, Kepulauan Melanesia, atapun Maori di Selandia Baru mengembangkan kerajinan serupa. Mereka merangkai cangkang kerang-kerangan menjadi kalung, rok, ikat pinggang, hingga memahat dan melukisnya menjadi seni rupa maha dahsyat.
Apabila uang di dompet sedang mepet, pengunjung dapat mengkoleksi cangkang yang ada di pinggiran pantai. Benda kecil ini dapat menjadi hadiah menarik bila diproses lebih lanjut. Ambil beberapa buah cangkang yang masih utuh kemudian masukkan dalam kantong plastik. Sesampainya di rumah, belilah tembakau atau mint dan campurkan dengan alkohol 90%. Setelah direndam sehari semalam, ambil cangkang dan gosok perlahan. Langkah itu akan menghilangkan lapisan kapur pada cangkang sehingga yang tinggal hanya lapisan tengahnya saja (lapisan prismatik). Gosokan akan membuat warna cangkang lebih cemerlang.

Pohon Drini

Pantai Drini


Pantai Drini terletak di Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 1 km kearah timur dari Pantai Sepanjang. Keistimewaan pantai ini terdapat pulau karang yang tumbuh pohon Drini dan konon kayunya dapat dipakai sebagai penangkal ular berbisa.

Perkelahian Membawa Berkah

Pantai Sundak

Pantai Sundak tak hanya memiliki pemandangan alam yang mengasyikkan, tetapi juga menyimpan cerita. Nama Sundak ternyata mengalami evolusi yang bukti-buktinya bisa dilacak secara geologis.
Agar tahu bagaimana evolusinya, maka pengunjung mesti tahu dulu kondisi pinggiran Pantai Sundak dulu dan kini. Sementara di sebelah timur terdapat gua yang terbentuk dari batu karang berketinggian kurang lebih 12 meter. Memasuki gua, akan dijumpai sumur alami tempat penduduk mendapatkan air tawar.
Wilayah yang diuraikan di atas sebelum tahun 1930 masih terendam lautan. Konon, air sampai ke wilayah yang kini dibangun masjid, batu karang yang membentuk gua pun masih terendam air. Seiring proses geologi di pantai selatan, permukaan laut menyusut dan air lebih menjorok ke laut. Batu karang dan wilayah di dekat masjid akhirnya menjadi daratan baru yang kemudian dimanfaatkan penduduk pantai untuk aktivitas ekonominya hingga saat ini.



Ada fenomena alam unik akibat aktivitas tersebut yang akhirnya menjadi titik tolak penamaan pantai ini. Jika musim hujan tiba, banyak air dari daratan yang mengalir menuju lautan. Akibatnya, dataran di sebelah timur pantai membelah sehingga membentuk bentukan seperti sungai. Air yang mengalir seperti mbedah (membelah) pasir. Bila kemarau datang, belahan itu menghilang dan seiring dengannya air laut datang membawa pasir. Fenomena alam inilah yang menyebabkan nama pantai menjadi Wedibedah (pasir yang terbelah).
Perubahan nama berlangsung beberapa puluh tahun kemudian. Sekitar tahun 1976, ada sebuah kejadian menarik. Suatu siang, seekor anjing sedang berlarian di daerah pantai dan memasuki gua karang bertemu dengan seekor landak laut. Karena lapar, si anjing bermaksud memakan landak laut itu tetapi si landak menghindar. Terjadilah sebuah perkelahian yang akhirnya dimenangkan si anjing dengan berhasil memakan setengah tubuh landak laut dan keluar gua dengan rasa bangga. Perbuatan si anjing diketahui pemiliknya, bernama Arjasangku, yang melihat setengah tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek ke dalam gua, ternyata pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang tersisa. Nah, sejak itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan dari asu (anjing) dan landak.
Tak dinyana, perkelahian itu membawa berkah bagi penduduk setempat. Setelah selama puluhan tahun kekurangan air, akhirnya penduduk menemukan mata air. Awalnya, si pemilik anjing heran karena anjingnya keluar gua dengan basah kuyup. Hipotesanya, di gua tersebut terdapat air dan anjingnya sempat tercebur ketika mengejar landak. Setelah mencoba menyelidiki dengan beberapa warga, ternyata perkiraan tersebut benar. Jadilah kini, air dalam gua dimanfaatkan untuk keperluan hidup penduduk. Dari dalam gua, kini dipasang pipa untuk menghubungkan dengan penduduk. Temuan mata air ini mengobati kekecewaan penduduk karena sumur yang dibangun sebelumnya tergenang air laut.
Nah, bila kondisi tahun 1930 saja seperti yang dikatakan di atas, dapat diperkirakan kondisi ratusan tahun sebelumnya. Tentu sangat banyak organisme laut yang memanfaatkan bagian bawah karang yang kini menjadi gua dan wilayah yang kini menjadi daratan. Karenanya, banyak arkeolog percaya bahwa sebagai konsekuensi dari proses geologis yang ada, banyak organisme laut yang tertinggal dan kini tertimbun menjadi fosil. Soal fosil apa yang ditemukan, memang hingga kini belum banyak penelitian yang mengungkapkan.
Selain menawarkan saksi bisu sejarahnya, Sundak juga menawarkan suasana malam yang menyenangkan. Anda bisa menikmati angin malam dan bulan sambil memesan ikan mentah untuk dibakar beramai-ramai bersama teman. Dengan membayar beberapa ribu, Anda dapat membeli kayu untuk bahan bakar. Kalau malas, pesan saja yang matang sehingga siap santap. Yang jelas, tak perlu bingung mencari tempat menginap. Pengunjung bisa tidur di mana saja, mendirikan tenda, atau tidur saja di bangku warung yang kalau malam tak terpakai. Kegelapan tak perlu diributkan, bukankah membosankan jika hidup terus terang benderang?

Pasir Putih Krakal

Pantai Krakal

Pantai Krakal terletak di Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 3 km di sebelah timur dari deretan Pantai Baron-Kukup-Sepanjang-Drini dan merupakan pantai terpanjang dibanding pantai lainnya dengan bentangan pasir putih yang landai. Indahnya hamparan hijau perbukitan kapur dengan air laut yang berwarna biru menyajikan suatu harmoni yang sunguh asri, sangat ideal untuk menikmati hangatnya sinar matahari.

Karang Gigi Kera


Pantai Siung

Pantai Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Jaraknya sekitar 70 km dari pusat kota Yogyakarta, atau sekitar 2 jam perjalanan. Menjangkau pantai ini dengan sepeda motor atau mobil menjadi pilihan banyak orang, sebab memang sulit menemukan angkutan umum. Colt atau bis dari kota Wonosari biasanya hanya sampai ke wilayah Tepus, itupun mesti menunggu berjam-jam.
Stamina yang prima dan performa kendaraan yang baik adalah modal utama untuk bisa menjangkau pantai ini. Maklum, banyak tantangan yang mesti ditaklukkan, mulai dari tanjakan, tikungan tajam yang kadang disertai turunan hingga panas terik yang menerpa kulit saat melalui jalan yang dikelilingi perbukitan kapur dan ladang-ladang palawija. Semuanya menghadang sejak di Pathuk (kecamatan pertama di Gunung Kidul yang dijumpai) hingga pantainya.
Seolah tak ada pilihan untuk lari dari tantangan itu. Jalur Yogyakarta - Wonosari yang berlanjut ke Jalur Wonosari - Baron dan Baron - Tepus adalah jalur yang paling mudah diakses, jalan telah diaspal mulus dan sempurna. Jalur lain melalui Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak jalan yang berlubang, sementara jalur Wonogiri - Gunung Kidul terlalu jauh bila ditempuh dari kota Yogyakarta.
Seperti sebuah ungkapan, "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian", begitulah kiranya perjalanan ke Pantai Siung. Kesenangan, kelegaan dan kedamaian baru bisa dirasakan ketika telah sampai di pantai. Birunya laut dan putihnya pasir yang terjaga kebersihannya akan mengobati raga yang lelah.Tersedia sejumlah rumah-rumah kayu di pantai, tempat untuk bersandar dan bercengkrama sambil menikmati indahnya pemandangan.
Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya. Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah Asia.
Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan, menyajikan sebuah pemandangan dramatis.
Karang gigi kera yang hingga kini masih tahan dari gerusan ombak lautan ini turut menjadi saksi kejayaan wilayah Siung di masa lalu. Menurut cerita Wastoyo, wilayah Siung pada masa para wali menjadi salah satu pusat perdagangan di wilayah Gunung Kidul. Tak jauh dari pantai, tepatnya di wilayah Winangun, berdiri sebuah pasar. Di tempat ini pula, berdiam Nyai Kami dan Nyai Podi, istri abdi dalem Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
Sebagian besar warga Siung saat itu berprofesi sebagai petani garam. Mereka mengandalkan air laut dan kekayaan garamnya sebagai sumber penghidupan. Garam yang dihasilkan oleh warga Siung inilah yang saat itu menjadi barang dagangan utama di pasar Winangun. Meski kaya beragam jenis ikan, tak banyak warga yang berani melaut saat itu. Umumnya, mereka hanya mencari ikan di tepian.
Keadaan berangsur sepi ketika pasar Winangun, menurut penuturan Wastoyo, diboyong ke Yogyakarta. Pasar pindahan dari Winangun ini konon di Yogyakarta dinamai Jowinangun, singkatan dari Jobo Winangun atau di luar wilayah Winganun. Warga setempat kehilangan mata pencaharian dan tak banyak lagi orang yang datang ke wilayah ini. Tidak jelas usaha apa yang ditempuh penduduk setempat untuk bertahan hidup.
Di tengah masa sepi itulah, keindahan batu karang Pantai Siung kembali berperan. Sekitar tahun 1989, grup pecinta alam dari Jepang memanfaatkan tebing-tebing karang yang berada di sebelah barat pantai sebagai arena panjat tebing. Kemudian, pada dekade 90-an, berlangsung kompetisi Asian Climbing Gathering yang kembali memanfaatkan tebing karang Pantai Siung sebagai arena perlombaan. Sejak itulah, popularitas Pantai Siung mulai pulih lagi.
Kini, sebanyak 250 jalur pemanjatan terdapat di Pantai Siung, memfasilitasi penggemar olah raga panjat tebing. Jalur itu kemungkinan masih bisa ditambah, melihat adanya aturan untuk dapat meneruskan jalur yang ada dengan seijin pembuat jalur sebelumnya. Banyak pihak telah memanfaatkan jalur pemanjatan di pantai ini, seperti sekelompok mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta yang tengah bersiap melakukan panjat tebing. Fasilitas lain juga mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda bisa didirikan dan acara api unggun bisa digelar untuk melewatkan malam. Syarat menggunakannya hanya satu, tidak merusak lingkungan dan mengganggu habitat penyu, seperti tertulis dalam sebuah papan peringatan yang terdapat di ground camp yang juga bisa digunakan bagi yang sekedar ingin bermalam.
Tak jauh dari ground camp, terdapat sebuah rumah panggung kayu yang bisa dimanfaatkan sebagai base camp, sebuah pilihan selain mendirikan tenda. Ukuran base camp cukup besar, cukup untuk 10 - 15 orang. Bentuk rumah panggung membuat mata semakin leluasa menikmati keeksotikan pantai. Cukup dengan berbicara pada warga setempat, mungkin dengan disertai beberapa rupiah, base camp ini sudah bisa digunakan untuk bermalam.
Saat malam atau kala sepi pengunjung, sekelompok kera ekor panjang akan turun dari puncak tebing karang menuju pantai. Kera ekor panjang yang kini makin langka masih banyak dijumpai di pantai ini. Keberadaan kera ekor panjang ini mungkin juga menjadi salah satu alasan mengapa batu karang yang menjadi dasar penamaan dipadankan bentuknya dengan gigi kera, bukan jenis hewan lainnya.

Memancing Ikan dari Bukit Karang


Pantai Wediombo

Sebuah imajinasi tentang pasir putih maha luas yang memungkinkan mata untuk leluasa meneropong ke berbagai sudut mungkin akan muncul bila mendengar pantai bernama Wediombo (wedi=pasir, ombo=lebar). Namun, sebenarnya pantai Wediombo tak mempunyai hamparan pasir yang luas itu. Bagian barat dan timur pantai diapit oleh bukit karang, membuat hamparan pasir pantai ini tak seluas Parangtritis, Glagah, atau mungkin Kuta.
Penduduk setempat memang mengungkapkan bahwa nama pantai ini yang diberikan oleh nenek moyang tak sesuai dengan keadaannya. Ada yang mengungkapkan, pantai ini lebih pantas menyandang nama Teluk Ombo, sebab keadaan pantai memang menyerupai teluk yang lebar. Terdapat batu karang yang mengapit, air lautnya menjorok ke daratan, namun memiliki luas yang lebih lebar dibanding teluk biasa.
Tapi, di luar soal nama yang kurang tepat itu, Wediombo tetap menyuguhkan pemandangan pantai yang luar biasa. Air lautnya masih biru, tak seperti pantai wisata lainnya yang telah tercemar hingga airnya berwarna hijau. Pasir putihnya masih sangat terjaga, dihiasi cangkang-cangkang yang ditinggalkan kerangnya. Suasana pantai juga sangat tenang, jauh dari riuh wisatawan yang berjemur atau lalu lalang kendaraan. Tempat yang tepat untuk melepas jenuh.
Wediombo terletak di Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul. Pantai ini sangat mudah dijangkau bila sebelumnya telah datang ke Pantai Siung. Cukup kembali ke pertigaan di Tepus sebelum menuju ke Siung, kemudian belok kanan mengikuti alur jalan hingga menemukan papan petunjuk belok ke kanan untuk menuju Wediombo.
Letak pantai ini jauh lebih ke bawah dibanding daratan sekitarnya. Beberapa puluh anak tangga mesti dituruni dulu sebelum dapat menjangkau pantai dan menikmati keelokan panoramanya. Sambil turun, di kanan kiri dapat dilihat beberapa ladang penduduk setempat, rumah-rumah tinggal dan vegetasi mangrove yang masih tersisa. Lalu lalang penduduk yang membawa rerumputan atau merawat ternak di kandang juga bisa dijumpai.
Selain panorama pantai yang mengagumkan, Wediombo juga menawarkan pengalaman wisata unik, bahkan ekstrim, yaitu memancing di ketinggian bukit karang. Saat ini jenis wisata yang bermula dari kebiasaan memancing penduduk setempat ini tengah digemari oleh pehobi dari kota Yogyakarta dan Wonogiri.
Bukan hal mudah untuk memancing di bukit karang, sebab letaknya yang jauh dari pantai. Bukit karang itu baru bisa dijangkau setelah berjalan ke arah timur menyusuri bibir pantai, naik turun karang di tepian pantai yang terjal, licin dan kadang dihempas ombak besar, kemudian naik lagi hingga puncak bukit karang yang langsung berhadapan dengan laut lepas yang dalam. Bagi yang telah terbiasa saja, perjalanan menuju bukit karang bisa memakan waktu satu jam.
Namun, hasil yang luar biasa bisa dituai setelah mengalahkan segala rintangan itu. Penduduk setempat mengungkapkan, ikan-ikan berukuran besar sering didapat oleh para turis lokal. Minimal, pemancing akan mendapatkan ikan cucut, atau ikan panjo dalam istilah setempat. Ikan yang panjangnya setara dengan lengan manusia dewasa ini punya 2 jenis, yang berbentuk gilig (silinder) banyak ditemui pada musim kemarau, sementara yang gepeng (pipih) ditemui pada musim hujan.
Bagi yang tak cukup punya nyali untuk menuju bukit karang, membeli ikan hasil pancingan mungkin adalah cukup memuaskan. Beberapa pemancing menjual ikan panjo hasil tangkapannya hanya seharga Rp 3.000,00 per ekor, atau kadang dijual per ikat berisi 5 - 6 ekor ikan seharga Rp 20.000. Beberapa warga menawarkan jasa memasak ikan bila ingin mencicipinya segera. Bila tidak, ikan bisa dibawa pulang mentah-mentah, tapi tentu cukup merepotkan.
Paket masakan ikan panjo goreng juga tersedia. Nasi, seekor ikan panjo goreng yang telah diiris kecil beserta sambal mentah dijual sangat murah, hanya Rp 7.000,00. Nasinya dihidangkan dalam bakul kecil, sementara sambalnya dalam cobek. Porsinya cukup banyak, bahkan untuk 2 orang. Ada juga landak laut goreng yang rasanya mirip daging ayam.
Pada saat-saat tertentu, anda bisa melihat upacara Ngalangi yang digelar oleh penduduk setempat. Upacara ini digelar sekali setahun, mirip upacara labuhan besar, tujuannya adalah mengungkapkan syukur pada Tuhan atas anugerah yang diberikan dan memohon rejeki lebih untuk masa mendatang. Anugerah yang dimaksud terutama adalah hasil tangkapan ikan yang jumlahnya lumayan, hingga bisa mencukupi kebutuhan.
Prosesi upacaranya cukup unik, dimulai dengan acara merentangkan gawar atau jaring yang dibuat dari pohon wawar. Jenis jaring ini konon digunakan untuk menangkap ikan sebelum adanya jaring dari senar yang dipakai sekarang. Gawar direntangkan dari bukit Kedongkowok hingga wilayah pasang surut pantai. Perentangan dilakukan saat air pasang, tujuannya adalah menjebak ikan yang terbawa ombak sehingga tak dapat kembali ke lautan.
Setelah air surut, ikan-ikan diambil. Warga kemudian sibuk membersihkan dan memasak ikan tangkapan. Sebagian kecil ikan dilabuh lagi ke lautan bersama nasi dan sesaji. Sebagian besar lainnya dibagi sesuai dengan jumlah keluarga penduduk setempat dan diantar ke rumah-rumah warga. Acara mengantar ikan ke rumah- rumah warga ini sering disebut kendurian besar, wujud kearifan lokal bahwa semua ikan adalah rejeki bersama.
Kecuali upacara Ngalangi, seluruh pesona pantai bisa dinikmati setiap harinya. Retribusi masuk pantai hanya Rp 5.000,00 untuk dua orang plus parkir kendaraan. Bila ingin bermalam atau menggelar sebuah acara yang dihadiri sekelompok kecil orang, terdapat sebuah gubug yang terletak tak jauh dari warung-warung yang berjejer di pantai. Sangat mengasyikkan dan mampu menebus rasa lelah ketika menuju ke pantai ini.

Sumber :

Muara Bengawan Solo

Pantai Sadeng


Dahulu kala Sungai Bengawan Solo mengalir tenang dari hulunya di wilayah utara hingga bermuara di Pantai Sadeng yang kini berada di Kabupaten Gunung Kidul. Namun, empat juta tahun yang silam, sebuah proses geologi terjadi. Lempeng Australia menghujam ke bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau Jawa perlahan terangkat. Arus sungai akhirnya tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun berbalik ke utara. Jalur semula akhirnya tinggal jejak yang perlahan mengering karena tak ada lagi air yang mengalirinya. Wilayah ini menjadi kaya akan bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian, semula merupakan karang-karang yang berada di bawah permukaan laut.
Kini, bekas aliran sungai yang populer lewat lagu keroncong berjudul Bengawan Solo ciptaan Gesang itu menjadi objek wisata menarik. Tak ketinggalan Pantai Sadeng yang menjadi muaranya, selain menjadi objek wisata juga menjadi salah satu pelabuhan perikanan besar di Yogyakarta. Keduanya menjadi jejak geologi yang berharga. Beberapa waktu lalu, sempat diadakan paket wisata menyusuri jalur Bengawan Solo Purba hingga muaranya.
Dalam perjalanan menuju Pantai Sadeng, beberapa ratus meter jalur aliran Bengawan Solo Purba bisa dinikmati pemandangannya. Jalur aliran itu bisa dilihat setelah sampai di dekat plang biru bertuliskan "Girisubo - Ibukota Kecamatan". Berhenti sejenak di pinggir jalan menuju pantai atau berjalan perlahan adalah cara paling tepat untuk menikmati pemandangan bekas aliran ini, sekaligus memberi kesempatan mengabadikannya dengan kamera.
Tampak dua buah perbukitan kapur yang tinggi memanjang mengapit sebuah dataran rendah yang semula adalah jalur aliran. Dataran rendah yang kini menjadi lahan berladang palawija penduduk setempat itu berkelok indah, memanjang sejauh 7 kilometer ke arah utara, hingga wilayah Pracimantoro di Kabupaten Wonogiri. Kelokannya membuat mata tergoda untuk menyusurinya ke utara hingga ke tempat pembalikan aliran sungainya.
Jalur aliran juga bisa disusuri ke arah selatan hingga bekas muaranya di Pantai Sadeng. Menurut penuturan salah seorang nelayan, muara Bengawan Solo Purba berada di pantai sebelah timur, wilayah yang kini termasuk areal pelabuhan perikanan. Meski demikian, penyusuran ke selatan tak akan seindah ke utara, sebab jalan yang menuju ke Pantai Sadeng tidak searah dengan jalur aliran sungai terbesar di Jawa itu.
Bila telah sampai ke pantainya, maka pemandangan berbeda akan dijumpai. Wilayah pantai juga telah mengalami perubahan, seperti jalur aliran yang kini menjadi ladang-ladang penduduk. Pantai Sadeng kini menjadi pelabuhan perikanan di Yogyakarta yang paling maju, terbukti dengan kelengkapan sarana pendukungnya, seperti perahu motor yang berukuran lebih besar, terminal pengisian bahan bakar, rumah pondokan nelayan hingga tempat pelelangan ikan dan koperasi.
Berkembangnya Sadeng sebagai pelabuhan ikan pun punya cerita tersendiri. Sekitar tahun 1983, serombongan nelayan ikan dari Gombong, Jawa Tengah datang ke tempat ini. Mereka menganggap Sadeng sangat berpotensi sebagai tempat melaut. Tantangannya cukup berat, bukan hanya karena ombak laut selatan yang besar, tetapi juga kepercayaan penduduk setempat yang tak memperbolehkan melaut dan wilayah pantai yang konon wingit.
Namun, salah satu nelayan bernama Pairo, mengungkapkan bahwa nelayan Gombong saat itu berkeyakinan, "Sopo Wae mlebu Sadeng Sedeng". Berarti, siapa saja berani tinggal di Sadeng akan diberi kekuatan untuk hidup. Akhirnya, bertahanlah serombongan nelayan dari Gombong itu, sedikit demi sedikit hingga hasil tangkapan ikan pun terus meningkat dan mereka mampu bertahan hidup.
Kemajuan pun terus dicapai. Tahun 1986, didirikan tempat pelelangan ikan dan dibangun pelabuhan yang dilengkapi mercusuar untuk mendukung aktivitas perikanan. Sekitar tahun 1989, berdiri sebuah koperasi untuk membantu para nelayan. Hingga akhirnya pada tahun 1995, berdiri kantor yang mengurus hasil tangkapan ikan sekaligus pondokan serupa rumah petak yang dikontrakkan untuk para nelayan.
Berkeliling ke penjuru pantai adalah cara untuk menikmati kemajuan perikanan di Sadeng. Akan tampak sekelompok nelayan yang membersihkan perahu, mengangkut ikan dari perahu ke tempat pelelangan, menggiling es batu untuk dimasukkan dalam kotak ikan sebelum didistribusikan, hingga ibu-ibu nelayan yang mengasuh anak-anak di pondokan. Seluruh warga pantai seolah sibuk dengan aktivitas perikanannya.
Selain itu, bisa juga menyusuri bibir pantai di sebelah timur dan menuju gundukan pasir yang berada di dekat mercusuar. Pemandangan laut lepas akan tampak jelas, beserta deburan ombaknya yang besar. Tak seperti pantai di Gunung Kidul umumnya, Sadeng tak banyak memiliki karang-karang raksasa sehingga pandangan mata tak akan terhalang. Kadang, bisa juga disaksikan perahu nelayan yang tengah melaut.
Mengunjungi Sadeng bagaikan menyaksikan sebuah proses evolusi. Selama perjalanan, bisa dikenang evolusi dataran rendah jalur aliran Bengawan Solo Purba dari tempat mengalirnya air hingga menjadi ladang palawija yang produktif. Sementara, mengunjungi pantainya seolah mengenang pantai yang semula muara sungai menjadi daerah sepi dan akhirnya berkembang menjadi pelabuhan perikanan terbesar di Yogyakarta.

Sumber :

Mancing Di Atas Watu Topi



Pantai Jungwok

Pantai Jungwok berada di sebelah timur pantai Wediombo dan dapat ditempuh dengan jalan kaki dari Pantai Wediombo. Akses menuju Pantai Jungwok belum dibuka dan baru dapat ditempuh dengan jalan kaki. Perjalanan ini sungguh menyenangkan bila anda menikmatinya dan di sekitarnya dapat melihat pantai dari tebing.
Pemandangan Pantai Jungwok sangat indah. Pemandangan khas yang dapat dilihat adalah batu besar yang ada di tengah laut. Batu ini biasa disebut dengan watu topi. Watu topi biasa dapat dinaiki dan dapat digunakan untuk memancing oleh penduduk setempat dan beberapa pengunjung.
Pantai Jungwok memiliki pantai yang indah dan luas. Pantai ini memiliki pasir putih dan perairan yang dangkal. Biota laut yang banyak terdapat di sini antara lain bintang laut, ikan hias, dan berbagai macam algae. Di samping itu, juga terdapat berbagai jenis burung. Di sepanjang pantai ditumbuhi oleh tumbuhan pandan. Pantai Jungwok masih sangat alami dan jauh dari keramaian.

Sumber :

Tempat Hidup Keong



Pantai Ngusalan

Ngusalan, kata yang cukup sulit diucapkan oleh sebagian orang ternyata mempunyai makna tersendiri di pantai ini. Untuk sebagian penduduk di sekitar pantai ini, pantai Ngusalan ini mempunyai makna khusus yang berarti tempat hidupnya keong. Sungguh mengasyikan bila ada disini, bisa melihat banyaknya keong yang hidup di pantai Ngusalan ini. Selain keong terdapat juga binatang-binatang laut lainnya seperti kerang, udang, lobster dan beberapa jenis ikan yanga ada.
Tidak hanya itu saja, beberapa jenis algae seperti rumput laut mulai yang bisa di makan sampai yang tidak bisa di makan juga bisa temukan di pantai ini. Masih tak percaya?? Anda kesini saja, kami akan menunjukkan tempat indah ini. Akan ada yang mengantarkan anda ketempat ini.

Sumber :

Petilasan yang Keramat

Pantai Pandansimo

Pantai Pandansimo berada di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, kurang lebih 20 kilometer arah barat daya Kota Bantul. Terletak bersebelahan dengan Muara Sungai Progo, dan merupakan pantai paling barat dari deretan Pantai Selatan yang masuk ke wilayah Kabupaten Bantul.
Deburan ombak yang besar dan liar, suasana mistis yang masih kental dengan banyaknya petilasan yang keramat, hiruk-pikuk nelayan melawan melawan ganasnya ombak merupakan gaya tarik tersendiri bagi wisatawan. Selain panorama pantai yang indah, di pantai Pandansimo juga terdapat objek wisata ziarah seperti Pandanpayung dan Pandansari. Hal menarik yang dapat dilakukan di sini adalah berbelanja ikan laut langsung dari nelayan lokal.
Nama Pandansimo sendiri berasal dari kata "pandan" (pohon pandan) dan "simo" (macan). Di sini juga terdapat berbagai aktivitas kebudayaan seperti upacara tradisi Merti Dusun, labuhan sedekah laut, dan pentas seni budaya. Demikianlah sebagian kecil kenikmatan di tengah-tengah denyut nadi kehidupan nelayan di Pantai Pandansimo. Cukup mambayar tiket tanda masuk yang rata-rata di bawah Rp 2.000 per kepala, Anda dapat merasakan denyut nadi kehidupan nelayan yang penuh kesederhanaan.

Sumber :

Memancing Ikan Panjau



Pantai Pulutan

Pantai Pulutan merupakan pantai di kawasan Wediombo yang sangat indah dan memiliki pasir putih yang sangat menawan. Keindahan panorama pantai ini dapat dinikmati sambil memancing ikan Panjau. Berbagai Jenis ikan khususnya ikan hias ini cukup banyak terdapat di kawasan pantai Pulutan. Kondisi Pantai Pulutan yang kecil dan terlindungi oleh dua buah bukit di samping kiri dan kanannya sangat menggugah hati untuk berjemur.
Selain itu pantai Pulutan ini biasanya dilewati oleh serombongan monyet. Monyet-monyet tersebut hidup liar di alam bebas, Mereka biasa tinggal di gua-gua yang ada. Puluhan monyet bertahan hidup menggantungkan diri dengan persediaan makanan yang ada disekitarnya. Tak mengherankan bila kelak anda berkunjung di sini anda mungkin dapat bertemu langsung dengan monyet tersebut. Mungkin juga, dengan keberanian yang anda miliki mungkin anda bisa memberi makan secara langsung. Sungguh menyenangkan. Anda harus mencobanya.

Sumber :

Memandang Panorama dengan Mercusuar


Pantai Samas

Parangtritis, tepatnya di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, sekitar 14 kilometer arah selatan Kota Bantul. Dari Yogyakarta, Anda dapat menuju ke arah barat daya kurang lebih sejauh 35 kilometer dari pusat Kota Jogja. Pantai Samas cukup mudah untuk dicapai dengan kendaraan, baik pribadi maupun umum, karena prasarana jalan yang telah dibangun dengan baik. Perjalanan pun cukup menyenangkan karena melewati bentangan sawah yang menghijau dan banyak pohon kelapa di pinggir jalan.
Pantai Samas ini terkenal dengan keindahan pantainya yang disertai dengan angin kencang, ombak laut yang besar, delta-delta sungai dan danau air tawar yang membentuk telaga yang digunakan untuk pengembangan ikan dan udang galah. Namun perlu diperhatikan bentukan bibir pantai yang agak curam sehingga Anda disarankan untuk tidak mandi di pantai Samas karena cukup bahaya.
Di pantai alami yang berpasir putih ini, Anda juga dapat menikmati keindahan laut dengan menaiki Mercusuar Patehan. Selain itu juga telah dikembangkan terminal, tempat parkir, MCK, penginapan, SAR, jaringan listrik, mushola, dan rumah makan. Di tempat itu, Anda dapat pula menyaksikan usaha pemeliharaan ikan dan udang yang dilakukan oleh Sub Dinas Perikanan Propinsi DIY. Beberapa upacara adat juga dilakukan di Pantai Samas ini seperti Upacara Kirab Tumuruning Maheso Suro, Labuhan Sedekah Laut, Pentas Seni Budaya (saat liburan dan lebaran).

Sumber :

Pantai Penyu Bertelur



Pantai Sedahan

Pantai Sedahan seperti halnya pantai-pantai yang berada di sekitar kawasan Wediombo. Pantai ini juga memiliki panorama yang indah dan masih alami. Keindahan pantai ini diapit oleh dua buah tanjung yang tinggi sehingga seolah-olah diapit oleh dua buah gunung. Keindahan pantai kecil ini sangat disukai oleh wisatawan karena seakan-akan terpisah dari kehidupan luar.

Keistimewaan dari Pantai Sedahan adalah sebagai tempat mendaratnya penyu untuk bertelur. Kejadian ini sangat digemari oleh wiatawan yang berminat. Beberapa jenis penyu langka masih ada disini. Pantai ini cukup luas sehingga tak ada salahnya anda bisa mengajak keluarga atau kerabat dekat anda untuk datang ke tempat ini.

Sumber :

Menyeberang ke Pulau Gelatik



Pantai Sinden

Pantai Sinden mempunyai bentang alam yang luas dan dapat melihat berbagai panorama yang indah. Pantai Sinden dapat digunakan tempat pemancingan yang cukup banyak ikannya. Tempat pemancingan yang khas adalah yakni tanjung yang cocok untuk memancing. Di tempat ini anda dapat melihat secara jelas hamparan laut biru yang membentang luas. Kicauan burung camar putih bisa anda dengarkan langsung.

Selain itu, Panorama yang indah ditambah dengan adanya pulau Gelatik dapat ditempuh menggunakan jembatan tambang sederhana. Di pulau gelatik ini terdapat puluhan kelelawar-kelelawar yang hidup disini. Untuk mencapai pulau ini memerlukan sedikit usaha keras. Anda harus melewatinya dengan menggunakan tambang dan papan yang seadanya. Ini sangat cocok bagi anda yang suka dengan petualangan yang menegangkan.

Sumber :

Batu Besar di Tengah Laut



Pantai Watu Lumbung

Pantai Watu Lumbung terletak agak jauh dari pantai Wediombo. Pantai ini berada di sebelah barat pantai Wediombo. Pantai Watu Lumbung adalah berupa tanjung dengan tebing yang curam sehingga nampak seperti batu-batu besar yang berada di tengah laut.

Pantai Watu Lumbung dapat dicapai dengan jalan kaki kira-kira selama satu jam dari pusat informasi wisata di Wediombo atau dengan bersepeda gunung. Menikmati keindahan dengan bersepeda gunung akan memberikan kesan yang istimewa bagi para pelancong. Jika anda berjalan kaki maka jangan khawatir, kelelahan akan terbayar dengan keindahan panorama pantai ini. Panorama yang ada tidak kalah bila dibandingkan dengan Tanah Lot yang ada di Pulau Dewata saat masih alami. Jadi jangan lewatkan kesempatan langka ini untuk mengunjungi Tanah Lot Gunung Kidul ini.

Sumber :

Pantai Bernuansa Sakral



Pantai Parangkusumo

Nuansa sakral akan segera terasa sesaat setelah memasuki kompleks Pantai Parangkusumo, pantai yang terletak 30 km dari pusat kota Yogyakarta dan diyakini sebagai pintu gerbang masuk ke istana laut selatan. Wangi kembang setaman akan segera tercium ketika melewati deretan penjual bunga yang dengan mudah dijumpai, berpadu dengan wangi kemenyan yang dibakar sebagai salah satu bahan sesajen. Sebuah nuansa yang jarang ditemui di pantai lain.
Kesakralan semakin terasa ketika anda melihat taburan kembang setaman dan serangkaian sesajen di Batu Cinta yang terletak di dalam Puri Cepuri, tempat Panembahan senopati bertemu dengan Ratu Kidul dan membuat perjanjian. Senopati kala itu duduk bertapa di batu yang berukuran lebih besar di sebelah utara sementara Ratu Kidul menghampiri dan duduk di batu yang lebih kecil di sebelah selatan.
Pertemuan Senopati dengan Ratu Kidul itu mempunyai rangkaian cerita yang unik dan berpengaruh terhadap hubungan Kraton Yogyakarta dengan Kraton Bale Sokodhomas yang dikuasai Ratu Kidul. Semuanya bermula ketika Senopati melakukan tapa ngeli untuk menyempurnakan kesaktian. Sampai di saat tertentu pertapaan, tiba-tiba di pantai terjadi badai, pohon-pohon di tepian tercabut akarnya, air laut mendidih dan ikan-ikan terlempar ke daratan.
Kejadian itu membuat Ratu Kidul menampakkan diri ke permukaan lautan, menemui Senopati dan akhirnya jatuh cinta. Senopati mengungkapkan keinginannya agar dapat memerintah Mataram dan memohon bantuan Ratu Kidul. Sang Ratu akhirnya menyanggupi permintaan itu dengan syarat Senopati dan seluruh keturunannya mau menjadi suami Ratu Kidul. Senopati akhirnya setuju dengan syarat perkawinan itu tidak menghasilkan anak.
Perjanjian itu membuat Kraton Yogyakarta sebagai salah satu pecahan Mataram memiliki hubungan erat dengan istana laut selatan. Buktinya adalah dilaksanakannya upacara labuhan alit setiap tahun sebagai bentuk persembahan. Salah satu bagian dari prosesi labuhan, yaitu penguburan potongan kuku dan rambut serta pakaian Sultan berlangsung dalam areal Puri Cepuri.
Tapa Senopati yang membuahkan hasil juga membuat banyak orang percaya bahwa segala jenis permintaan akan terkabul bila mau memanjatkan permohonan di dekat Batu Cinta. Tak heran, ratusan orang tak terbatas kelas dan agama kerap mendatangi kompleks ini pada hari-hari yang dianggap sakral. Ziarah ke Batu Cinta diyakini juga dapat membantu melepaskan beban berat yang ada pada diri seseorang dan menumbuhkan kembali semangat hidup.
Selain melawati Batu Cinta dan melihat prosesi labuhan, anda juga bisa berkeliling pantai dengan naik kereta kuda. Anda akan diantar menuju setiap sudut Parangkusumo, dari sisi timur ke barat. Sambil naik kereta kuda, anda dapat menikmati pemandangan hempasan ombak besar dan desau angin yang semilir. Ongkos sewa kereta kuda dan kusir sendiri tak terlampau mahal, hanya Rp 20.000,00 untuk sekali keliling.
Bila lelah, Parangkusumo memiliki sejumlah warung yang menjajakan makanan. Banyaknya jumlah peziarah membuat wilayah pantai ini hampir selalu ramai dikunjungi, bahkan hingga malam hari. Cukup banyak pula para peziarah yang menginap di pantai ini untuk memanjatkan doa. Bagi anda yang ingin merasakan pengalaman spiritual di Parangkusumo bisa bergabung dengan para peziarah itu untuk bersama berdoa.

Sumber :

Sadar Wisata dan Sapta Pesona

Pengertian

Sadar Wisata
Harapan sadar wisata : terciptanya suatu kondisi kepariwisataan Indonesia yang diinginkan (ideal) ditengah-tengah masyarakat melalui penerapan unsur-unsur Sapta Pesona secara konsekuen dan konsisten atas dasar kesadaran yang tumbuh dari dalam diri sendiri.

Sapta Pesona
Adalah tujuh unsur yang terkandung di dalam setiap produk pariwisata serta dipergunakan sebagai tolak ukur peningkatan kualitas produk pariwisata, yaitu :
a. Aman
b. Tertib
c. Bersih
d. Sejuk
e. Indah
f. Ramah
g. Kenangan

Yang dimaksud dengan produk wisata itu mencakup usaha jasa pariwisata, pengusahaan objek, dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata.
Nilai Filosofi Kepariwisataan Indonesia

Mengapa harus ada nilai filosofis dalam kepariwisataan Indonesia? Agar dunia pariwisata kita memiliki landasan kepribadian yang kuat, yang benar-benar bertindak, bergaul dalam dunia pariwisata secara mendasar.
Ilustrasi Sadar Wisata melalui Abstraksi “Pohon Pariwisata”

Sadar wisata merupakan bagian akar pohon pariwisata, dalam artian bahwa sadar wisata menjadi dasar atau fondasi yang kuat sehingga pohon pariwisata tumbuh dengan kuat. Sadar wisata juga merupakan kekuatan dalam unit-unit kerja yang menduung organisasi pariwisata.


Penerapan dan Manfaat Sapta Pesona

1. Aman
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan unttuk menciptakan dan menjaga rasa aman, diantaranya adalah :

a. Kita semua harus sadar akan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban; harus selalu disadari bahwa setiap perilaku kita dalam bergaul dengan siapapun dan dimanapun apa yang kita lakukan pasti berhubungan dengan orang lain bahkan dengan kepentingan sistem dan prosedur yang berlaku .
b. Membanngun sistem keamanan yang kuat; sistem keamanan bisa dibangun mulai dari sikap disiplin kita baik sebagai individu maupun sebagai komunitas sosial masyarakat.
c. Kita harus taat pada hukum; artinya bahwa negara kita adalah negara hukum dan harus bangga bahwa bangsa kita sudah mampu membangun sistem keamanan melalui bidang hukum. Untuk itu seyogyanya kita semua menjunjung tinggi dan menjagasistem hukum yang ada agar keberadaannya mampu melindungi hak dan kewajiban.
d. Memfungsikan semua alat penerangan lampu terutamapada malam hari khususnya di daerah objek wisata; sesungguhnya hal ini adalah hal sederhana yang mendasardalam lingkungan bermasyarakat
e. Disiplin dalam melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan orang lain; maksudnya bahwa setiap warga masyarakat diharapkan mampu berdisiplin baik secara individu maupun dalam interaksi dengan orang lain dimanapun. Dengan demikian akan tumbuh rasa saling menghargai yang secara tidak langsung memberikan rasa aman bagi semua orang.
f. Memberikan kepercayaan kepada orang lain sesuai dengan profesinya, terutama terhadapa petugas keamanan: kita diharapkan bisa memberikan rasa percaya dan menghormati sikap orang lain sesuai dengan profesinya sebagai petugas keamanan.

Manfaat minimal dari rasa aman diantaranya :
a. Tidak ada rasa takut untuk bepergian.
b. Keinginan wisatawan untuk berkunjung lebih besar.
c. Citra positif pariwisata tetap terjaga.
d. Memberikan peluang pembangunan dan penyempurnaan fasilitas dan sistem pelayanan jasa dan informasi yang bermanfaat baik di tempat-tempat objek wisata maupun di tempat-tempat lain.

2. Tertib
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan ketertiban umum :
a. Ikuti ketentuan tata tertib yang berlaku, dimanapun kita berada.
b. Jangan menciptakan suasana berisik atau gaduh.

Manfaat dari terwujudnya ketertiban umum sebagai berikut :
a. Terciptanya ketenangan.
b. Terciptanya kondisi yang teratur.
c. Terbentuknya wibawa sebagai masyarakat yang berbudaya.

3. Bersih
Beberapa cara sederhana melakukan dan membiasakan hidup bersih berawal dari diri kita sendiri, yaitu :
a. Selalu teratur membersihkan badan.
b. Makan, minum, secara teratur dan bersih.
c. Tidak membuang sampah sembarangan.
d. Tidak meludah di sembarang tempat atau membuang kotoran seenaknya.
e. Menyediakan tempat sampah.
f. Lakukan pemusnahan sampah secara teratur dan memperhatikan sanitasi lingkungan sekitar.
g. Penataan saluran air dan tempat pembuangan sampah di sekitar lingkungan anda.
h. Mensosialisasikan nilai-nilai sanitasi lingkungan.

Membiasakan hidup bersih berarti kita menciptakan :
a. Pola hidup sehat.
b. Suasana hidup yang lebih menyenangkan.
c. Semangat hidup yang lebih bergairah.

4. Sejuk
Cara sederhana untuk mewujudkan kondisi yang sejuk yaitu :
a. Melakukan penghijauan di lingkungan termasuktempat-tempat yang menjadi objek wisata.
b. Menajaga kebersihan lingkungan.
c. Melestarikan segala potensi wisata yang dimiliki lingkungan sekitar kita.
d. Mengatur sirkulasi udara bebas yang baik, khususnya untuk ruangan-ruangan tertutup.

Manfaat terciptanya suasana sejuk diantaranya :
a. Tubuh dan pikiran kita menjadi segar dan fit setiap saat.
b. Stamina kita dalam beraktivitas bertahan lama.

5. Indah
Cara sederhana mewujudkan keindahan :
a. Gemar menata ruang.
b. Melestarikan lingkungan
Ada 2 macam :
1. Menjaga dan mempertahankan keseimbangan alam yang sudah ada.
2. Melestarikan dalam arti kita semua berupaya mengubah alam yang tadinya belum menimbulkan rasa ketenangan, keindahan dan kenyamanan, menjadi lebih tenang, indah dan nyaman.
c. Mencegah dan menghilangkan aksi corat-coret.
d. Gemar akan kegiatan hias-menghias secara teratur.

Manfaat keindahan :
a. Timbulnya kesadaran akan kebesaran Tuhan.
b. Terciptanya perasaan senang.
c. Mencegah munculnya perasaan stress.
d. Mempertajam kepekaan astetis.

6. Ramah
Keramahan dapat dimulai dari diri sendiri :
a. Bertutur kata yang sopan dengan mimik wajah yang menyenangkan.
b. Pengendalian diri.
c. Saling menghormati.
d. Gemar bertegur sapa dengan baik.

Manfaat tegur sapa :
1. Terjadinya keakraban.
2. Terciptanya rasa damai.
3. Mencegah terjadinya konflik.

7. Kenangan
Menciptakan dan menjaga kenangan dengan cara :
a. Memberikan pelayanan yang baik.
b. Menjaga perasaan orang lain.
c. Menjaga kualitas produk.
d. Percaya diri.
e. Jujur.

Manfaat dari menjaga hal-hal tersebut adalah :
a. Terbentuknya penghormatan dan penghargaan terhadap orang lain.
b. Terbentuknya citra yang baik bagi pribadi, masyarakat, dan negara kita.
c. Terciptanya kepuasan bagi diri kita dan terlebih bagi wisatawan.
d. Meningkatkan rasa saling percaya di antara sesama.